Rabu, 18 Juni 2008
Permasalahan Seputar TI di Indonesia

Teknologi Informasi di Indonesia boleh dibilang bukan barang baru, seiring pesatnya kemajuan teknologi telekomunikasi, komputer, dan konvergensinya (teknologi internet) di seluruh dunia mau tidak mau telah mempengaruhi kita semua. Pemasyarakatan teknologi informasi di Indonesia pun terus berjalan, jika dulu hanya perguruan tinggi tertentu yang memiliki jurusan informatika, kini hampir semua menawarkan, belum lagi perguruan tinggi yang khusus menawarkan program studi komputer dan informatika. Belum lagi jika kursus-kursus komputer yang menjamur di penjuru tanah air dihitung, bisa dikatakan sebagian besar masyarakat kita sudah mengetahui dan memanfaatkan teknologi informasi ini. Pemerintah kita bahkan sudah mengantisipasi sejak jauh hari, terbukti saat kita meluncurkan satelit Palapa A1 tahun 1976, kita menjadi negara keempat di dunia yang memiliki satelit, setelah Uni Soviet (Rusia), Kanada, dan Amerika Serikat.

Namun ternyata, semua itu belum cukup mengantarkan kita ke era informasi dan kondisi kita sekarang justru semakin memprihatinkan, terlihat dari indikator-indikator di bawah ini :

Pertama:
Tingkat pemilikan telepon (fixed line) di Indonesia hanya 3,5%, jauh bila dibandingkan negara-negara lain yang rata-rata sudah di atas 10%. Hal ini diperparah dengan tarif telepon (telekomunikasi) yang semakin meningkat, di sisi lain pendapatan perkapita kita menurun setelah dihantam krisis.


Kedua:
Angka pembajakan software di Indonesia yang mencapai 88%, tertinggi ketiga di dunia setelah Vietnam dan RRC


Ketiga:
Kejahatan dunia maya (cybercrime) yang semakin gawat, meliputi kegiatan cracking, carding, dan lainnya. Indonesia adalah negara dengan tingkat kejahatan carding tertinggi kedua setalah Ukraina. Sementara, perundang-undangan mengenai ini belum ada.


Keempat:
Penetrasi internet di Indonesia masih sangat rendah (sekitar 1-2%), apalagi dengan semakin melambungnya tarif jasa telekomunikasi yang masih dimonopoli

Masalah pembajakan, pernah diulas dalam tulisan mengenai HaKI, namun tidak ada salahnya diulas lagi. Pembajakan sudah terjadi sejak awal diperkenalkannya teknologi komputer pribadi (PC) di Indonesia. Adaptasi PC di Indonesia yang 'terpaksa' menggunakan model PC rakitan (dulu disebut jangkrik), yang lebih murah, dan tentunya perangkat lunak yang digunakan pun yang bajakan, karena lebih murah (nyaris gratis), dan tinggal dikopi saja. Praktik ini menjadi umum karena kurangnya kesadaran para praktisi yang lebih tahu waktu itu (penulis pun baru menyadari kalau software itu harus dibeli setalah membaca majalah komputer luar negeri), kurang peduli terhadap HaKI (hak cipta) karena belum ada peraturannya, belum adanya teknologi alternatif yang memadai (Macintosh dan Unix jauh lebih mahal daripada DOS/Windows), dan terakhir mahalnya harga software asli karena kurang agresifnya vendor yang underestimate terhadap pasar Indonesia sehingga berkesan membiarkan pembajakan untuk promosi (?).

Kalau sekarang sudah ada alternatif yang memadai (linux/open source), semakin banyaknya kaum terdidik yang melek teknologi, sudah ada peraturan perundangannya, serta vendor mulai 'bangun' tidur, toh pembajakan masih merajalela, apakah sebabnya? Faktor penyebabnya adalah kebiasaan yang membuat semua orang membajak karena sudah terbiasa, semua orang melakukannya, dan lingkaran antara vendor hardware, dunia pendidikan, dan industri yang mengesankan bahwa teknologi tertentu saja yuang dibutuhkan dan harus dikembangkan. Untuk mengatasi pembajakan, harus ada kerja sama yang baik antara vendor hardware (jangan mau memasang software bajakan di produknya), dunia pendidikan (ditekankan bahwa membajak itu haram hukumnya), dan dunia industri (penggunaan teknologi yang tepat guna, jangan sekadar mengekor).

Lalu bagaimana dengan masalah-masalah lain? Kegiatan hacking/cracking/carding yang meresahkan, terlepas dari motivasi yang melatarbelakanginya, ketiga kegiatan itu tidak bisa disamaratakan. Masalahnya terletak pada mentalitas tadi, keinginan untuk memperkaya diri dengan cepat, atau menjadi terkenal dengan cepat, atau sekadar menebar teror. Kalau para pejabat melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme, apa yang bisa dilakukan opreker kere, ya tiga hal di atas tadi. Toh, yang punya server-server bagus atau kartu kredit itu pasti orang kaya, dan tinggalnya di luar negeri, jadi mereka malah bisa berdalih atas nama patriotisme, mbelll....Patriotisme sebenarmya baru akan terlihat dengan cara menunjukkan bahwa dunia teknologi informasi kita tidak harus bergantung pada luar negeri. Bikin distro Linux sendiri, bikin aplikasi office yang ada pengecek ejaan bahasa Indonesianya, atau software pendidikan dan produktivitas lain yang berguna bagi orang banyak, itulah patriotisme.

Masalah lainnya, pemerintah kita sepertinya tidak total dalam mengurusi masalah ini. Di satu sisi, ada projek BPPT untuk membuat sistem operasi nasional (WinBI/SoftwareRI), di sisi lain, perundang-undangan cyberlaw tertunda-tunda, tarif telekomunikasi terus naik, para operator VoIP dan wireless LAN ditangkapi, dan kompetisi di bidang telekomunikasi nampaknya akan mati sebelum dilahirkan. Belum lama ini, DPR mengkhawatirkan Indosat yang dibeli perusahaan asal Singapura (STT...tanpa Telkom), karena konon takut disadap. Nyatanya, dirut Indosat sendiri ngomong bahwa Dephan sama sekali tidak memakai satelit Palapa milik Satelindo (yang 100% sahamnya dikuasai Indosat). Mengapa mereka tidak mengurusi saja UU cyberlaw atau memikirkan cara menurunkan tarif telekomunikasi yang terus melambung? Ketakutan yang sama terjadi saat Divre V Telkom akan dibeli Indosat (tukar guling dengan Telkomsel), dengan alasan Indosat akan dijual ke pihak asing. Mbelll....cuma menunggu waktu sebelum Telkom mengalami nasib yang sama. Satu-satunya dampak yang terjadi hanyalah kelambatan Indosat masuk ke bisnis fixed line karena seharusnya entry point mereka di wilayah Divre V digagalkan, entah dengan sengaja oleh Telkom atau sebab lain yang lebih tidak masuk akal. Akibatnya, kompetisi di bidang telekomunikasi, khususnya fixed line, nampaknya cuma impian saja. Pihak asing tidak berani masuk karena bisnis seluler lebih menjanjikan, dan tidak ada perusahaan lain yang mempunyai pengalaman sebaik Telkom yang sudah memonopoli bisnis ini selama 30 tahun lebih.

Mengapa dibutuhkan kompetisi? Agar terjadi persaingan sehat dalam memuaskan konsumen, baik dengan pelayanan, harga yang pantas, maupun tenologi yang terunggul. Perhatikan bisnis seluler GSM, yang hanya butuh waktu kurang dari sepuluh tahun untuk melampaui pelanggan fixed line yang membutuhkan waktu 30 tahun lebih itu. Bisnis ini bahkan masih berkembang kala krisis menghantam mulai 1997. Kata kuncinya adalah persaingan sehat, dan itu mampu dilakukan. Sebenarnya masih ada kompetitor potensial untuk Telkom, yaitu PLN. Selama ini memang tidak disadari, bahwa PLN mempunyai basis jaringan kabel yang jauh mengungguli Telkom, dan mencakup seluruh Indonesia, dengan jumlah pelanggan lebih dari 50 juta. Teknologi terkini telah memungkinkan jaringan kabel listrik dijadikan sarana telekomunikasi, dengan investasi hanya sepertiga jaringan fixed line. Masalahnya, PLN belum mendapat lisensi sebagai penyelenggara jasa telekomunikasi telepon. Entah pihak PLN yang malas mengajukan, atau pemerintah yang cuek terhadap potensi ini. Kondisi idealnya, setiap pelanggan PLN dapat menginstalasi modem PLC (Power Line Communication) untuk dapat memanfaatkan jasa telekomunikasi telepon dan internet melalui jaringan PLN. Bayangkan betapa cepatnya penetrasi fixed line phone dengan cara demikian. Krisis PLN juga bisa teratasi dan bahkan bisa untung, berarti pemerintah tidak usah menyubsidi tarif listrik, masyarakat bisa lebih cepat mendapat sambungan telepon dan internet yang murah, dunia teknologi informasi Indonesia pun bisa terakselerasi. Masalahnya, selain lisensi, adalah kesiapan permodalan dan SDM yang mampu menangani dari PLN, juga budaya perusahaan yang selama ini terbiasa memonopoli bisnis listrik, memasuki kompetisi bidang telekomunikasi melawan operator yang lebih berpengalaman.

posted by Hidup penuh senyum @ 00.29   1 comments
Rabu, 04 Juni 2008
: Opera Tingkatkan Keamanan, Firefox Rilis Edisi Terbaru

Pengembang software Opera meliris browser versi terakhir yaitu Opera 9.5 pada hari kamis lalu, dan rival-nya Mozila mengumumkan akan merilis sebuah update utama dari browser Firefox pada Tanggal 17 Juni 2008. Kedua browser ini menambahkan sebuah feature yang terfokus pada security, dimana feature tersebut merupakan teknologi yang di desain untuk mem-block proses download dan eksekusi dari kode-kode jahat. Di lain pihak Internet Explorer 8, browser terbaru dari Microsoft masih dalam tahapan beta dan juga akan menambahkan feature anti-malware.

“Opera 9.5 menggambarkan sebuah puncak dari 2 tahun menghabiskan banyak waktu untuk mendengarkan komunitas kami dan merubah browser kami dengan menambah banyak feature dan kemampuan sesuai dengan yang mereka minta” Kata Jon von Tetzchner, CEO dari Opera, di tengah acara peluncuran browser Opera.

Para penyerang (External attackers) mempunyai fokus yang tinggi terhadap browser sebagai sebuah pintu masuk untuk melakukan penyerangan yang tidak akan diduga oleh para pengguna komputer. Diantara teknik yang populer digunakan adalah menyerang web server dengan menggunakan kode untuk mengalihkan pengunjung web ke server hosting yang mengandung kode-kode jahat. Anti-malware dibangun berdasarkan feature anti-phishing dari kerjasama 3 perusahaan pembuat browser tahun lalu.

Opera mengumumkan pada minggu lalu, telah menggunakan teknologi anti-malware dari Perusahaan Keamanan Haute Secure. Teknologi ini lebih dari sekedar mem-block situs dan link-link jahat , kata pihak Opera kepada SecurityFocus dalam sebuah wawancara.

Versi Opera terbaru dapat di download melalui Website Perusahaan mereka,.
posted by Hidup penuh senyum @ 21.52   0 comments
Multimedia
Komunikasi Visual adalah salah satu cara untuk berkomunikasi melalui media visual, yaitu gambar, yang dapat di tangkap oleh indera penglihatan kita. Untuk mencapai komunikasi visual, diperlukan media untuk membuat pesan yang akan kita buat, agar bisa tersampaikan dengan baik.
Bidang-bidang yang harus kita kuasai adalah mulai dari gambar bentuk, gambar sketsa, gambar anatomi, nirmana, teori warna, fotografi, typography, ilustrasi, animasi, komputer grafis, multimedia, juga tentunya ditambah teori-teori dalam komunikasi yang mendukung bidang komunikasi visual. Dimana kesemuanya itu harus kita kuasai walaupun kita tidak menguasainya secara penuh tetapi setidaknya kita tahu dan bisa menggunakannya walaupun sedikit. Jika kita sebagai desainer grafis tidak begitu mahir dalam menggambar, hal itu bukanlah menjadi problem yang besar. Disini kita tidak dituntut untuk dapat menggambar dengan bagus sekali, tetapi setidaknya seorang desainer grafis ‘bisa’ menggambar dan menggambar dengan ‘benar’ walaupun menggambar hanya untuk di sketsa saja. Karena, hal yang paling dihargai dan paling ‘mahal’ harganya dalam sebuah desain adalah ide kreatif seorang desainer grafis.
Dalam sebuah desian, tentu saja seorang desainer grafis harus membuat hasil desainnya semenarik mungkin. Sehingga diperlukan warna-warna yang mendukung. Disini adalah fungsi dari teori warna. Masyarakat awam melihat warna pada sebuah desain mungkin akan berkomentar bagus atau buruk. Tetapi mereka tidak mengerti, padahal di dalam sebuah desain tersebut, warna-warna yang digunakan mengandung arti tersendiri. Entah warna yang mengandung arti kata sifat, atau warna yang memang sudah menjadi warna brand. Teori warna mengajarkan kapada kita mulai dari warna primer, warna sekunder, warna tersier; lalu bagaimana mencampur warna yang satu dengan warna yang lain sehingga kita mendapat warna yang kita inginkan dengan benar; sampai arti dari setiap warna untuk dipakai di sebuah desain. Untuk pencampuran warna dengan menggunakan media cat poster, diperlukan ketelitian dalam memasukan tiap kadar warnanya. Warna primer adalah warna asli. Warna primer terdiri dari 3 warna. Bukan seperti warna yang disebutkan dalam lagu Pelangi-pelangi “.....merah, kuning, hijau... di langit yang biru...”, melainkan warna primer adalah warna merah, kuning, dan biru. Dari warna primer atau ketiga warna tersebut dapat dibuat warna-warna lain seperti warna sekunder, yaitu orange, ungu, dan hijau; juga dapat menghasilkan warna-warna lain yang kita inginkan. Sedikit tips dalam mencampurkan warna, jika akan mencampur warna misalnya ingin mendapat warna hijau, yaitu campuran warna kuning dan biru, lebih baik jika warna yang lebih kuat (biru) diberi kadar yang lebih rendah dibanding warna yang lemah (kuning). Hal ini dimaksudkan supaya kita tidak langsung mendapat warna hijau yang tua/gelap. Tetapi jika pertama-tama kita masih mendapat warna hijau muda, lalu kita ingin mendapat hijau yang lebih tua/gelap, kita tinggal menambahkan warna biru saja sampai warna hijau yang kita inginkan tercapai, tentunya menambahkannya sedikit demi sedikit, karena jika menambahkan langsung banyak akan percuma. Hasinya akan langsung menjadi warna hijau yang tua sekali.
Disamping gambar dan warna, typography juga sangat mendukung karya desain. Kita harus tahu karakter dari sebuah font. Hal ini dimaksudkan supaya terjadi keselarasan dan harmonisasi antara objek yang kita masukkan dalam karya desain dengan tulisan, misalnya tagline atau font dalam brand dan logo.
Untuk menyempurnakan hal-hal tersebut tentu saja diperlukan media komputer. Dimana ada program Adobe Photoshop, Corel Draw, Freehand, Page Maker, Flash, dan lain-lainnya.
Demikian artikel mengenai komunikasi visual yang sedang saya pelajari. Semoga artikel ini dapat bermanfaat bagi kita semua, dan tentu saja memenuhi tugas saya sebagai seorang mahasiswa untuk mengerjakan tugas artikel ini. Mohon maaf jika ada kesalahan kata-kata atau tips yang saya berikan tidak menarik bagi Anda. Sekian dari saya, dan terima kasih.
posted by Hidup penuh senyum @ 21.52   0 comments
about me
Foto Saya
Nama:
Lokasi: Yogyakarta, DIY, Indonesia

Sedang mengikuti perkuliahan di STTI Respati Yogyakarta

Udah Lewat
Archives
Kata Mutiara
Maju terus dan semangat.
Links
Template by
Blogger templates